Rabu, 16 September 2015

aku TAHU


Ketika aku berkata 'aku sudah bertobat, aku sudah berubah menjadi lebih baik sekarang'. Aku tahu, aku bisa membaca matamu dan wajahmu yang tertunduk itu. Aku tahu ini seharusnya kabar gembira, namun bagimu kalimat ini justru mengungkit luka lama. Jantungku mendengar jantungmu yang ragu akan kalimat barusan. Tidak, aku sama sekali tidak menyalahkanmu karena aku tahu. Aku tahu benar cerita dibalik keraguanmu sekarang. Cerita yang aku buat, lebih tepatnya cerita kejahatan. Sayang... Meski tidak terucap olehmu, aku tahu.

Aku tahu kamu takut. Takut aku kembali seperti dulu. Berbuat bodoh, menyakiti hatimu, menyakiti hati orang tua ku juga. Aku juga tahu ingatan itu masih menghuni sel-sel dalam otakmu, ingatan yang entah mengapa, bangkit ketika aku berkata 'aku sudah berubah'. Tapi tahukah kamu apa yang kamu tidak tahu? Bahwa aku juga takut, lebih takut dari kamu. Takut aku kembali seperti dulu. Berbuat bodoh, menyakiti hatimu, menyakiti hati orang tua ku, menyakiti hatiku sendiri, membawa diriku ke jurang neraka. Engkau hanya merasakan sakit di dunia ini, sedang aku akan merasakan sakit di dua alam jika saja Allah tak mengampuniku. Ingatan itu pun sama masih menghuni sel-sel dalam otakku, ingatan yang aku kunci di sel terdalam dalam otakku. Tapi ingatan itu tetap ada, suaranya juga terkadang masih terdengar menyesakkan.

Jelas aku tidak punya kekuatan untuk menyuruhmu menghapus ingatan akan cerita itu. Kau pun sama tiada daya menghilangkan rasa sakit yang dulu itu. Yang terbaik yang bisa kita lakukan hanyalah menjalani hidup seperti biasa, tidak terjatuh ke lubang yang sama, berdoa agar itu tidak terjadi lagi. Mungkin hanya waktu dan istiqomah yang bisa mengobati luka yang dulu. Sayangnya aku tak bisa berjanji lagi, karena janji bisa dan pernah kuingkari. Bahkan janji yang terucap di hari itu ketika orang tua kita duduk sebagai saksi. Dan bukanlah janji yang ingin kuberikan padamu, karena janji itu ternyata murah, mudah sekali untuk pecah. Aku ingin memberikanmu, memperlihatkan kepadamu diriku yang baik. Diriku yang menjalani hari demi hari sebagai pribadi yang engkau dan Sang Pencipta inginkan.

Bukan emas, bukan permata, bukan segalanya yang masih bisa dinilai rupiah yang kutahu kau inginkan dariku. Aku tahu persis itu. Aku tahu kamu menginginkan aku, seorang yang dulu pernah membuatmu jatuh cinta. Seseorang yang dahulu tak pernah terpikirkan olehmu melakukan perbuatan seperti itu. Tapi itu dulu, tolong jangan sebut lagi, jangan ingat lagi perbuatan itu. Itu sama menyakitkannya bagimu, terlebih bagiku.

Sayang... Apakah kamu tahu siapa yang memiliki hatiku? Bukan aku, bukan juga kamu, tapi Ia Yang Maha Pencipta, Dialah yang memiliki dan mengendalikan hatiku. Jangan engkau memelas memohon kepadaku untuk menjaga hati, itu diluar kuasaku. Berdoalah kepadaNya, bersimpulah, menangislah, merengeklah di hadapanNya agar Ia senantiasa menjaga hati ini. Aku yang pria ini pun sempat menitikkan air mata untuk mengemis padaNya agar hati ini tidak dibolak balikkan lagi.

0 komentar:

Posting Komentar