Senin, 21 Oktober 2019

bukan jalan-jalan BIASA

Jalan-jalan ku bukan jalan-jalan biasa
Jalan-jalan ku adalah untuk mengingatkanku bahwa keseluruhan hidup adalah sebuah perjalanan

sihir WANITA

Aku menunggu ketika wanita kehilangan sihirnya atasku
Karena bagi kaum pria, wanitalah yang bisa membuat hati dan pikiran kami tak menentu

satu-SATU

Aku tak bisa bergerak ribuan kali dalam sehari, kata jam
Maka bergeraklah satu kali saja setiap detiknya
Aku tak bisa menulis buku ini dan itu
Maka menulislah satu lembar saja setiap harinya

OVERTHINKING dan alam

Aku orangnya cenderung overthinking
Namun di hadapan kebesaran alam, aku cenderung tak berpikir
Hanya diam mengagumi dan mendengarkan
Sesekali mencoba memahami dan mencerna

TUJUAN travelling

Apa tujuan kamu travelling?

Untuk menginspirasi diri sendiri dan orang lain agar berani mengeksplorasi tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi, jalan-jalan yang belum pernah dilewati, orang-orang yang belum pernah ditemui. Karenanya menjadi terpikir dan terinspirasi untuk menggunakan potensi diri yang belum pernah gunakan, mengenal diri lebih dalam, menjadi lebih berani dan bijak.

aku belum SIAP

Jika aku mati malam ini, aku sungguh tak siap
Jika aku mati bulan depan, kemungkinan aku juga belum siap
Jika aku mati satu tahun lagi, ku tak yakin aku sudah siap
Jika aku mati sepuluh tahun kemudian, aku tak tahu apakah aku siap

Dan bisa jadi aku tak pernah bisa siap menghadapi kematian
Yang ku bisa, hari ini aku lebih mempersiapkan diri dibanding kemarin

menunggu pertolongan DATANG

Semut tak dapat menyalakan lampu kala malam menjelang
Ia hanya bisa menunggu sang fajar benderang
Kadang kita manusia juga begitu
Tak bisa apa-apa supaya masalah hilang
Hanya bisa menunggu pertolongan Allah datang

DIENAKIN aja

Enak ya jadi aku, tiap minggu bisa jalan-jalan
Enak ya jadi kura-kura, dari lahir sudah punya rumah
Enak ya jadi kerang, mau mutiara tinggal bikin sendiri

Enak bagi hewan itu takdir
Enak bagi manusia itu pilihan
Pilihanmu untuk jalan-jalan atau dirumah

Makanya dienakin aja

rekreasi untuk BERAKSELERASI

Diantara deretan mimpi-mimpi yang belum terealisasi
Diantara banyaknya utang-utang yang belum terlunasi
Diantara menumpuknya tugas-tugas yang belum selesai

Aku disini untuk berekreasi?
Bukan, aku bukan sekedar berekreasi disini
Aku disini untuk mulai berakselerasi

just be HAPPY

Apa yang paling buruk di saat sendiri
Kecuali tak ada orang tuk diajak berbagi
Sisanya tak ada masalah... just be happy

the real OUTPUT

The real output is ...
Not your writing, even if you publish a book
Not money you earn, even if you earn billions

The real output is ...
Your attitude and your mental strength
Your ability to love and to be happy

hanya bisa TERKAGUM

Ketika aku di tengah senyapnya alam
Ku tak sempat menuliskan apa-apa
Tak mampu dan tak bisa berpikir
Hanya bisa termenung dan terkagum


Selasa, 26 Februari 2019

As SIMPLE as the FOREST

Kalau kau lapar, kau cari buah dan dedaunan untuk dimakan
Kalau kau haus, kau cari sungai untuk diminum airnya
Kalau kau kepanasan, kau cari pohon untuk berteduh
Kalau kau kedinginan, kau cari tanah untuk digali
Kalau kau lelah, kau cari tanah untuk duduk sejenak
Kalau kau mengantuk, kau cari akar untuk bersandar
Di hutan, hidup sesederhana itu

Sabtu, 23 Februari 2019

part of ME

Berjalan di atas tanah dan kerikil
Menelusuri rimbunnya hutan
Melalui curamnya tanjakan dan turunan
Berlari di sepanjang pesisir pantai
Berdiri di atas puncak gunung
Beristirahat ditemani bintang-bintang
Itulah sebagian dari diriku

this JOURNEY

Perjalanan ini
Untuk mengenal diriku lebih dalam
Untuk mengenal diriMu lebih dekat

Tanah ini
Untuk mengingatkanku darimana kuberasal
Dan kemana ku kan kembali

Langit ini
Bukti betapa luas kerajaanMu
Dan betapa kecil diri ini

Minggu, 17 Februari 2019

to HEART

Kepada hati
Kuharap hari ini engkau bertahan, lagi
Menjalani rutinitas yang tidak sesuai jati diri

Kepada hati
Kuharap hari ini engkau mengerti, lagi
Bahwa kenyataan hidup itulah yang mesti dihadapi

Kepada hati
Kuharap hari ini engkau pahami, lagi
Menyimpan impian itu dengan hati-hati

Kepada hati,
Kuharap hari ini engkau bersabar, lagi
Karena utopia itu masih ku daki

a grain of HOPE

Lagi-lagi menjalani hari tanpa arti
Rutinitas yang membuat jiwa kebas
Memintasi waktu dibumbui ragu
Menjelajah hidup yang sedikit redup

Meski cerah tak tahu kapan
Masih kusimpan sebiji harapan
Yang dengannya aku berteman
Dan lagi aku masih punya Tuhan

LIFE aint easy

Ketika hari ini diisi dengan hal yang tidak enak dan mengesalkan hati
Mungkin hasil kerjamu diremehkan dan tak dihargai
Atau kau mendapat celaan serta caci maki
Bisa jadi kau diperalat dan dikhianati
Atau kau melakukan kesalahan disrepair kebodohan

Beban hidup yang terlampau berat
Utang yang belum bisa dibayar
Sakit hati yang tak kunjung sembuh
Sakit fisik yang tak juga pulih
Atau sekedar rutinitas tanpa arah

Banyak lagi peristiwa dan perasaan yang tak mengenakkan di hati
Ketahuilah memang hidup seperti itu
Dan akan terus seperti itu
Menguji kesabaran dan keteguhan hati
Dengannya Tuhan hendak menakar siapa yang layak

Yang tetap tersenyum dan bahagia di akhir hari
Yang tetap bersyukur dan memaafkan atas apa yang terjadi
Mereka itulah para pemenang kehidupan
Yang layak atas piala dari Tuhan
Yaitu surga yang dijanjikan

try again TOMORROW

Matahari terbenam hari ini untuk terbit lagi esok
Manusia gagal hari ini untuk mencoba lagi esok

SOUND of nature

Ketika mendengarkan alam maka kamu harus sabar
Mendengarkan setiap hurufnya
Lambat dan sedikit tapi dalam
Tak seperti perkataan kebanyakan manusia
Cepat dan banyak namun dangkal

JALAN Kaki

Di satu titik dalam kehidupan, seseorang perlu belajar dan berlatih untuk hidup tanpa harta, tanpa keluarga, tanpa siapa-siapa. Karena begitulah kelak akhir hidup. Berjalan kaki menyusuri bumi Allah, seorang diri dengan bekal seadanya mungkin bisa jadi sebuah awal. "Lantas apa yang kamu andalkan?" Jawabnya,  "Amal soleh".

Jika amal soleh tidak mampu menolongmu dari kesusahan-kesusahan hidup di dunia, bagaimana mungkin kamu berharap amal itu akan menolongmu di kehidupan akhirat.

Kamis, 14 Februari 2019

HOME redefined

Where is your home? I live in Bogor
Standard question with a standard answer in a standard world. If standard mean ideal, well it good for you, like most of the people. But if you like me, articulating standard as boring. There is a problem, when there's a problem so does the breakthrough.

Peradaban tidak akan maju oleh orang-orang yang berpikir bahwa standard yang ada saat ini sudah ideal. Peradaban menjadi lebih baik oleh orang-orang yang tidak puas dengan standar yang ada, orang-orang yang mempertanyakan tentang hal-hal yang sudah normal. Dahulu ketika malam hari, lantas dibutuhkan instrumen penerangan. Orang kebanyakan saat itu sudah puas dengan nyala lampu minyak dan lilin. Namun ada orang yang merasa gelisah dan berkata 'seharusnya bisa lebih terang lagi'. Lampu minyak dan lilin telah menjadi standar penerangan di malam hari pada waktu itu. Zaman tatkala bohlam dan neon belum terpikirkan.

Back to home...

Ada beberapa ungkapan bahasa inggris yang tidak bisa diterjemahkan secara paripurna ke  dalam bahasa indonesia. Salah satunya adalah kata, 'home',  yang secara umum merujuk pada 'rumah'.  Namun ketika kata itu berwujud sebagai 'rumah' maka ia kehilangan makna inti dari sebuah kata 'home'.  Home bukanlah direpresentasikan oleh sebuah bangunan, home adalah perasaan ketika kita berada dalam suatu bangunan, yang seringkali terwakili oleh rumah. Perasaan nyaman, perasaan terpenuhi, perasaan untuk tidak perlu lagi berpura-pura. Tempat dimana kita bebas melepaskan topeng sosial, tempat dimana kita bebas untuk menjadi diri sendiri.

Ngomong-ngomong soal rumah (untuk sementara anggaplah home itu kita terjemahkan sebagai rumah). Ada pengecilan makna tentang rumah. Rumah saya di bogor, rumah saya di bekasi, rumah saya di bandung, dll. Padahal, rumah itu bukan tentang lokasi, rumah itu tentang perasaan nyaman. Apalah artinya kita tinggal di sebuah bangunan yang bagus manakala hati tak terasa nyaman berada disitu. Pada saat itu lah, pada moment itu lah kita sejatinya telah kehilangan rumah.

Ada orang yang dianugerahi oleh Allah. Anugerah berupa kehilangan rumah, bahkan keluarganya. Jika tidak secara fisik, mungkin secara emosional. Kehilangan tempat yang bisa membuatnya nyaman. Mengapa itu merupakan anugerah?  Karena Allah mau orang itu bertambah bijaksana, dan tidak ada pelajaran kebijaksanaan di suatu tempat yang bernama kenyamanan. Kebijaksanaan hanya bisa diekstrak dari kegelisahan dan perasaan semacam itu.

Dari hilangnya rumah, orang itu bisa merenung tentang rumah baru, bukan dalam artian fisik. Orang itu kan menemukan makna baru dari sebuah rumah bukan lagi sebagai bangunan fisik, bukan lagi sebagai dinding dan atap, bukan lagi sebagai anggota keluarga yang menemani.

Hingga ia pada akhirnya akan merasakan rumah bahkan ketika ia langsung di bawah bintang-bintang.
Hingga ia pada akhirnya akan merasakan rumah bahkan ketika seorang diri.
Baginya cukup dimana kaki ini berpijak itulah rumah. Tak perlu atap, dinding, apalagi perabotan.
Baginya cukup ia dan Tuhannya yang membuatnya nyaman serasa di rumah.

Di titik ini saya teringat pernah bertemu dengan orang yang berpergian jauh ke Banten dari rumahnya di Jawa Timur sana, dengan berjalan kaki. Saya berpikir waktu itu,  'orang ini sudah kehilangan pikirannya, meninggalkan rumah dan keluarganya, jauh-jauh berjalan kaki hingga ke Banten'. Ternyata saya salah... Orang itu bukan kehilangan pikiran sehat, hanya pikiran saya saja yang terlalu picik. Orang itu ternyata sedang belajar untuk menjadikan setiap jengkal bumi Allah yang dipijaknya serasa rumahnya. Orang itu sedang belajar untuk meletakkan rasa nyaman bukan pada sebuah bangunan atau sebuah daerah. Orang itu sedang belajar untuk membawa rumahnya didalam hati.

Because home is where the heart is
And heart is where the home is

a willingness to LISTEN

Bukan tentang apakah ia mau bicara atau tidak
Akan tetapi tentang apakah kamu bersedia untuk mendengarkan
Bukan sekedar mendengarkan bunyi
Lebih dari itu kau mesti mampu menyimak makna

Bukan kata-kata yang hendak ia sampaikan
Emosi, perasaan, dan sepotong kepercayaan
Itu yang hendak ia bagikan melalui untaian kalimat
Yang bagimu kadang atau seringkali tak ditanggapi

Untuk itu maukah kau mendengarkan
Karena apalah guna mulut jika tak bicara
Dan apalah guna telinga jika tak mendengar
Lalu apalah guna hati jika tak mau mengerti

Jangankan pasangan
Bahkan pepohonan pun kan bicara
Bahkan Tuhan pun kan bahagia
Jika engkau mau mendengarkan

#renunganseorangsuami

life is WEIRD

Tidakkah hidup itu aneh
Ada orang yang tidak bahagia dalam pernikahan
Ada orang yang bahagia dalam kesendirian

Tidakkah hidup itu aneh
Ada orang yang mencintai tanpa bisa memiliki
Ada orang yang memiliki tanpa punya rasa cinta

Tidakkah hidup itu aneh
Hal-hal yang dimiliki tak disyukuri
Lantas ketika ia hilang barulah dihargai

Tidakkah hidup itu aneh
Kita ingin menjadi kuat dan tegar
Namun tak ingin berhadapan dengan masalah

Hidup itu tidaklah aneh
Kata hidup itu sendiri
Justru kamu yang aneh

the BEST and the WORST

Yang terbaik dalam hidup ini adalah datangnya kematian
Dimana pada akhirnya kita dapat melihat malaikat dan alam kubur yang selama ini hanya bisa kita yakini
Dimana pada akhirnya kita dapat berjumpa para nabi dan orang soleh yang selama ini kita hanya dengar ceritanya
Dimana pada akhirnya kita dapat berjumpa dengan Allah yang begitu kita rindukan

Yang terburuk dalam hidup ini pun adalah datangnya kematian
Tatkala kita terpisah dari apa yang selama ini kita anggap tempat tinggal dan kenyamanan
Tatkala kita berpisah dari anak, istri dan sahabat yang senantiasa menemani
Tatkala semuanya mendadak berakhir, gelap, dan ditinggal seorang diri di kubur

Bagi sebagian orang kematian adalah waktunya berbuka dari puasa yang tak begitu lama
Bagi sebagian orang kematian adalah permulaan kelaparan yang tak berkesudahan
Bagi sebagian orang kubur adalah taman-taman surga
Bagi sebagian orang kubur adalah jurang-jurang neraka

like a SOAP

Seperti sabun
Yang dihadirkan untuk membersihkan kotoran
Dan dibuang ketika kotoran telah hilang
Dibilas sampai tak tersisa bekasnya

Begitupun diriku
Yang dihadirkan Tuhan untuk meringankan bebanmu
Dan menghilang tatkala beba telah reda
Seakan tak pernah kenal ataupun ada

Hanya wangi tersisa, hanya memori tertinggal

ONE DAY at a time

One day at a time, that is the rule should be
Five year, one year, even one week ahead would be too  much
For this brain to think about

There is so much factor X out there
Meanwhile we think about what we want
The time called today just passed by

It said, Am I not important enough
For your little brain to thinking just about me
Dedicating all your thought and effort just for me

It not "the problem" that kill you
Overthinking is what kill you
Just say "one day at a time"

#VALENTINEbukanbudayakita

Velentine bukan budaya kita

Budaya kita itu botol shampo yang isinya hampir habis terus diisi dengan air
Budaya kita adalah cari toko yang ngga ada tukang parkirnya
Budaya kita adalah punya mobil tapi ga punya garasi

Budaya kita adalah mau ngechat ragu, ga ngechat rindu
Budaya kita adalah ngerasa cemburu padahal bukan siapa-siapanya
Budaya kita adalah bikin nyaman tanpa pernah jadian

Budaya kita adalah merasa paling bener di antara banyak kebenaran lainnya
Budaya kita adalah gapapa korupsi asal ga seberapa
Budaya kita adalah tetep nyolot walaupun udah tau salah

Budaya kita adalah bacot melulu, bacot terus, bacot kemudian
Budaya kita adalah punya banyak mimpi dan sedikit action
Budaya kita adalah ga punya kontribusi tapi nyinyirin terus

Budaya kita adalah nungguin traktiran teman setelah gajian
Budaya kita adalah bilang "OTW" tapi masih di kamar mandi
Budaya kita itu kesel sama orang yang tajir dari lahir

Budaya kita itu pengen kurus tapi makan terus
Budaya kita adalah menghutang lalu menghilang
Budaya kita adalah makan indomie pake nasi

Budaya kita adalah jatuh cinta kepada orang yang kita tahu akan mengecewakan kita
Budaya kita adalah jatuh hati pada orang yang tidak mungkin kita miliki
Budaya kita adalah saling sayang tapi tak berani mengungkapkan

Valentine itu bukan budaya kita tapi sejak kapan kita peduli dengan budaya

Notes : Begitulah kumpulan postingan dari hashtag #Valentinebukanbudayakita yang ramai di dunia online. Kreativitas netizen di negara berkembang memang tiada batasnya. Apalagi untuk hal-hal yang tidak produktif.

DHUHA pray

Ya Rabbi, karuniakan lah kepadaku apa yang Engkau karuniakan kepada orang-orang soleh
Begitulah kita menutup doa setelah sholat dhuha yang dengan izin Allah setiap hari kita kerjakan
Disitu bukan materi yang kita pinta, melainkan sifat-sifat yang diberikan Allah

Karuniakanlah kepada kami kesabaran layaknya kesabaran yang diberikan kepada orang soleh
Yaitu tidak mengeluh, tetap istiqomah berbuat kebaikan, berprasangka baik kepada Allah maupun makhluk
Tatkala duri dan badai kehidupan menerpa, baik kesulitan kecil maupun besar

Karuniakanlah kepada kami kesyukuran layaknya kesyukuran yang diberikan kepada orang soleh
Yaitu tidak berlebih-lebihan, tetap tawadhu, sederhana, dan tanpa rasa memiliki
Tatkala dunia dibentangkan di hadapan, tatkala materi berlimpah di tangan

Aatini maa ataita biibadakas shoolihiin. Ya Allah sekali lagi ku berdoa kepadaMu
Karuniakan lah kepadaku apa yang Engkau karuniakan kepada orang-orang soleh
Terima kasih ya Allah atas semua karunia yang Engkau limpahkan setiap detik

pohon IMPIAN

Impian-impian itu tak datang sekonyong-konyong atau datang secara tiba-tiba
Impian-impian itu terjadi seiring dengan waktu dan ketekunan
Impian-impian itu bak pohon buah yang perlu waktu belasan, bahkan puluhan tahun
Untuk bisa berbuah dan kita menikmati manisnya

Tapi jangan lupa, layaknya pohon buah
Manisnya impian itu bukan hanya untuk dirimu saja
Terlebih, impian itu akan jauh lebih terasa manisnya
Jika kau ajak orang lain untuk mencicipi manisnya, dan juga menanam kembali bijinya

HATI yang terkecoh

Masalah hati tak pernah mudah
Ia memang bodoh dan dungu
Jika yang menjadi tolak ukur adalah otak

Hati memang tak dapat berpikir
Hati memang tak mampu berlogika
Yang ia bisa adalah merasa

Karenanya ia seringkali terkecoh
Ke jalan yang semua fakta menyangkal
Ke arah dimana logika menentang

peran SI PERENUNG

Ada orang yang pandai menyambung besi
Ada orang yang pandai merangkai nada
Ada orang yang pandai menata ruang
Mereka semua berguna

Ada orang yang keahliannya merenung
Berdiam, merenung, seorang diri
Apa gunanya hal seperti itu?
Apa manfaatnya bagi orang lain?

Kalau daun yang gugur pun punya peran
Sebagai pupuk bagi tanah dibawah
Seberapapun kecil dan remehnya
Maka mengapa peran si perenung di ragukan?

IMPIAN yang bersembunyi

Makhluk kecil nan lemah itu bernama impian. Ia lahir dari jiwa yang masih muda dan berani. Sekali dilahirkan ia kan tetap ada. Meskipun tuannya berulang kali mencoba mengubur, meninggalkan, dan mengabaikannya. Bagi tuannya ia mungkin sudah mati, hilang, dan lenyap. Tapi tahukah kau, impian itu masih ada, ia hanya bersembunyi.

Bersembunyi karena takut, takut jika ia muncul maka ia akan merusak tatanan hidupmu yang telah mapan. Bersembunyi karena khawatir, khawatir jika ia menampakkan dirinya lagi maka akan ada dilema dalam hidupmu. Bersembunyi karena kecewa, disebabkan dirimu saat ini yang tidak lebih berani dari dirmu yang dulu ketika impian itu lahir.

Ia bersembunyi. Tidak dimana-mana, hanya di sudut gelap hatimu. Tak nampak oleh pikiran yang tersibukkan oleh rutinitas dan keperluan hidup. Ia bersembunyi bukan karena ia ingin bersembunyi. Semata ia lakukan karena ia tahu kebenaran seringkali pahit. Dan impian itu seringkali tidak tega melihat tuannya mengalami kepahitan. Tapi kepahitan apakah yang lebih besar dibanding kepahitan membuang impianmu sendiri.

so then, BE SAD

Setiap orang punya sudut pandang
Setiap orang punya konsep
Setiap orang punya rencana
Setiap orang punya keyakinan

Atas mana yang salah dan yang benar
Atas mana yang buruk dan yang baik
Atas mana yang menyimpang dan yang lurus
Atas mana yang fana dan yang nyata

Sekarang apa sudut pandang dan konsepmu
Sekarang apa rencana dan keyakinanmu
Sekarang apakah kamu punya itu semua?
Sekarang jika kau tak punya, maka bersedihlah

that SIMPLE

Hidup itu mudah jangan dipersulit
Hidup itu harus punya tujuan
Tujuannya pun sudah ditentukan
Yaitu beriman dan taat pada Allah
Misinyapun mudah, sudah ditentukan pula
Yaitu mengikuti Rasulullah
Semudah itu ...

Namun seringkali mengapa bisa serumit ini?

the lost PUZZLE

Ada sepotong puzzle yang salah masuk kardus. Ia harusnya tidak berada di kardus itu dan bukan menjadi bagian dari gambaran itu. Sayangnya, itu baru ia ketahui ketika potongan-potongan lainnya sudah tersusun rapih diatas meja. Pilihannya adalah memotong potongan puzzle tersebut agar sesuai dengan tempat kosong yang masih tersedia. Atau mencari kardus dan gambaran dimana potongan puzzle tersebut seharusnya berada.

Pilihan pertama tentulah lebih mudah dan tidak merepotkan, meskipun jadinya dipaksakan. Akan ada bagian dari potongan puzzle itu yang dibuang dan gambaran keseluruhan jadi tak sempurna. Tapi tidak mengapa, lagipula siapa yang mau memperhatikan tiap detailnya. Tapi bagi potongan puzzle tersebut, itu bukan hal kecil, ia akan menghabiskan sisa hidupnya di antara potongan puzzle lain yang bukan kawanannya. Belum lagi ia harus merelakan sebagian dirinya terpotong dan terbuang.

Pilihan kedua sangat-sangat merepotkan, kalau boleh dibilang mustahil. Mencari kardus puzzle hanya untuk satu potongan kecil puzzle tampaknya tidak efisien, buang-buang waktu, dan juga tenaga. Hanya satu alasan mengapa pilihan kedua layak dijalankan. Karena itu adalah pilihan yang benar.

PERANMU di dunia


Kamu tahu bahwa tidak semua batu harus menjadi batu karang
Yang besar dan kokoh
Yang kuat dan dikagumi orang

Ada batu yang ditakdirkan untuk menjadi batu kerikil
Yang kecil dan tidak dianggap
Yang remeh dan diinjak-injak orang

Kamu tahu bahwa tidak semua hewan adalah singa
Yang terkenal dan wibawa
Yang cepat juga kuat

Ada hewan yang ditakdirkan sebagai ikan kecil
Yang manusia tidak tahu pun tidak mau tahu
Yang hidup dan matinya tidak ada yang peduli

Kamu tahu bahwa di bumi ini semua diciptakan beragam
Dari hewan, tumbuhan, hingga bebatuan
Dan tidak semuanya indah dan signifikan

Tapi satu hal, semuanya punya peran
Yang bahkan tidak pernah terpikirkan
Sebagai contoh, apakah peran sebuah kerikil di tengah hutan?

Kalau kau bilang tidak ada
Maka sama saja kau berkata keberadaan kerikil itu tak berguna
Bahwa Allah menciptakan sesuatu yang sia-sia

Semua punya tempat, semua punya peran
Yang besar, yang kecil, dan yang hampir tak nampak
Semuanya tidak terkecuali, juga dirimu

if I follow MY HEART

Jika aku mengikuti hatiku
Jika aku mengikuti pilihan takdirku
Jika aku mengikuti jalan hidupku
Jika aku mengikuti itu semua

Kemudian ia menyelisihi jalan yang diinginkan orang tua atau pasangan
Apakah kemudian aku menjadi orang yang egois
Jika aku tetap berpihak pada hati, takdir dan jalan hidupku
Tidakkah mereka juga egois telah menghalangiku dari hidupku sendiri

Kemudian aku tersentak, bahwa disitulah justru disitulah letak  keindahan hidup
Dalam dilema dan konfliknya, dengan ironi dan juga ketidaksempurnaannya
Dalam frustasi dan kebuntuan, menemukan jalan yang tak disangka-sangka
Bagaikan air yang menemukan celahnya meresap kembali  ke bumi

nasib HATI KECIL

Pernahkah kau melakukan sesuatu hanya ....
Karena kau ingin melakukannya
Karena kau suka
Karena mengikuti sang hati
Karena itulah hidupmu

Dan pernahkah kau melakukan sesuatu ...
Karena itu memang harus dilakukan
Karena tidak ada pilihan lain
Karena kemauan orang terdekat
Karena semua orang juga melakukannya

Melakukan sesuatu dari hati
Tidak semua orang bisa seberuntung itu
Atau lebih tepatnya tidak semua orang seberani itu
Berani untuk jujur dan mengambil resiko
Resiko yang seringkali tidak bisa dihitung dengan angka

Melakukan sesuatu yang tidak dari hati
Kebanyakan kita mungkin hidup seperti ini
Kehidupan yang kita labeli dengan kata 'normal'
Bukahkah kita harus bisa berkompromi dan bermain aman?
Boleh-boleh saja, bagaimanapun itu pilihan

Terakhir, jangan lupakan sang hati
Terutama ia yang paling kecil, yang paling pelan suaranya
Kapan terakhir kali kau mendengarnya bicara
Atau lebih tepatnya kapan terakhir kali kau meluangkan waktu, pikiran, dan rasa
Untuk diam dan mendengarkan, lalu menyimak tanpa membantah

mereka yang hidup dalam KEMAPANAN

Ada fenomena aneh yang kurasakan sekarang ini. Orang yang diawal-awal hidupnya, ketika kecil, masih sekolah sampai dengan kuliah, mungkin sampai di masa-masa karirnya merasakan hal-hal yang bisa dibilang pahit. Kekurangan secara ekonomi, harus berusaha jauh lebih keras dibanding mereka yang berada, rela hidup dengan standar konsumsi  yang kurang dibanding orang kebanyakan. Mereka merasa itu adalah sebuah perjuangan, pengorbanan, harga yang harus ditebus untuk lepas dari kondisi yang menahun mereka alami. Kondisi yang seringkali juga dialami oleh orang tua mereka. Entah kepahitan itu sebuah bentuk kutukan ataupun keharusan. Beberapa dari mereka berhasil mengubah yang pahit menjadi manis.Berhasil menjadi lebih dari sekedar pas-pasan. Berhasil keluar dari zona yang tidak enak. Yang entah bagaimana menggambarkannya, mereka akan bilang "kamu ga tahu bagaimana tidak enaknya."

Golongan ini, yang tidak jelek. Setelah menjalani apa yang mereka sebut masa-masa perjuangan, akhirnya mengalami masa-masa kemapanan. Yang tadinya meringkuk di angkot untuk menuju ke suatu tempat, sekarang duduk nyaman di mobil pribadi yang bisa jadi disupiri. Yang tadinya tidur di rumah petak atau kontrakan, sekarang bernaung di perumahan elit yang luasnya ratusan meter. Yang tadinya sengaja makan hanya satu kali sehari, sekarang bisa memilih mau makan apa dan dimana. Mereka tidak salah, sama sekali tidak salah.

Lagipula siapa yang mau berdesak-desakan di angkutan umum, siapa yang mau tidur di tempat sempit dan pengap, siapa yang mau makan apa adanya. Kebanyakan orang tidak mau. Kalau harus memilih antara naik angkot atau alphard, orang normal pasti memilih alphard. Lantas apa yang salah? .... Tidak ada yang salah, bukankah kubilang tadi bahwa tidak ada yang salah. Berhentilah berpikir dalam kerangka benar atau salah. Kita hanya sedang menceritakan suatu golongan orang. Golongan orang yang saat ini hidup dalam kemapanan, dimana sebelumnya mereka hidup dalam kesusahan. Setelah kemapanan didapat, lebih dari separuh hidup sudah selesai, misi utama terselesaikan.

Sekarang bagi mereka, adalah bagaimana mempertahankannya hingga anak cucu. Sehingga keturunan mereka tidak lagi merasakan kesulitan yang dulu mereka rasakan. Tidak perlu menahan lapar, tidak perlu menabung untuk sekedar makan di restoran, tidak perlu lagi diremehkan. Tujuannya mulai sedikit berubah bagi diri, anak, dan cucu mereka. Dari tadinya menggapai kemapanan, sekarang adalah untuk mempertahankan kemapanan. Untuk kembali hidup susah seperti dulu adalah suatu kegagalan, kemerosotan, keterpurukan. Kemapanan sudah menjadi suatu standar baru bagi kehidupan mereka. Kendaraan pribadi, tinggal di kawasan perumahan menengah keatas, makan tiga kali sehari, belajar di sekolah swasta, handphone high end, dan sebagainya.

Suatu kehidupan yang banyak orang impikan. Mereka menikmati pandangan-pandangan mata orang-orang disekelilingnya. Pandangan saudara dan handai taulan, pandangan mantan teman sekolah dan kuliah; pandangan tetangga atau bahkan siapapun. Pandangan mereka yang secara ekonomi kurang beruntung atau masih dalam masa-masa perjuangan. Pandangan mata yang entah hormat, kagum, atau iri. Toh semuanya mereka nikmati. Baginya pandangan-pandangan itu adalah bonus dari kemapanan yang sudah mereka dapat. Siapapun yang saat ini tidak mapan, bagi mereka terbagi dalam tiga golongan. Yaitu mereka yang masih dalam proses perjuangan, mereka yang tidak mau menjalani proses perjuangan, atau mereka yang memang bernasib malang.

Mapan, stabil, main aman, terencana, dapat diprediksi, sudah dipersiapkan, adalah kata dan frase yang mereka sukai. Entah apakah sempat ada terbesit dalam hidup mereka bahwa hidup yang mereka jalani itu membosankan. Entah apakah sempat terpikirkan bahwa kemapanan itu hanyalah seperti kamar mandi dalam sebuah rumah. Diperlukan tapi bukan itu tujuan sebuah rumah dibangun. Ada tujuan yang lebih besar, ada makna yang lebih dalam, ada rasa yang lebih luas, dari sekedar menjadi mapan. Tujuan, makna, dan rasa yang untuknya kemapanan siap untuk dikorbankan. Yang untuknya orang rela untuk kelaparan, kehilangan tempat tinggal, dan hidup dalam apa yang kebanyakan orang sebut sebagai kesengsaraan.

Sebagai penutup. Apakah pernah terbersit dalam hidupmu bahwa ada manusia yang hidup di desa terpencil, pengangguran, dan hanya bisa makan sekali sehari kemudian mendapati hidupnya bahagia, bermakna, dan damai. Jauh lebih bahagia, bermakna dan damai dibanding golongan mereka yang hidup mapan di kota. Tentu saja hidup tak bisa dinilai sebatas hitam atau putih. Hidup lebih berwarna dari itu, bahkan lebih berwarna dari pelangi sekalipun. Dan kemapanan berupa kecukupan harta benda duniawi hanyalah satu warna dari warna-warna pelangi kehidupan.

beban DOSA

Di awal hari ku merasa beratnya beban dosa yang kutanggung
Di akhir hari ku ingin beban ini berkurang meski sedikit
Walaupun dosa yang terisa masih amatlah menggunung
Setidaknya hari itu aku sudah berusaha dan ku dapat berkata
Ya Allah saya sudah berusaha, maka ampunilah sisanya

SHUTDOWN anyway

Bagi pengguna sistem operasi windows pasti tidak asing lagi dengan istilah shutdown anyway. Ya, frase tersebut muncul ketika kita mematikan PC (shutdown) tetapi ada file yang masih terbuka atau belum tersimpan, bisa juga karena ada aplikasi yang belum ditutup. Tapi tulisan ini bukan hendak membahas tentang kmputer. Tulisan ini mencoba menyentil kebiasaan buruk kita yang mungkin tidak disadari.

Pesan shutdown anyway mungkin ditulis oleh programmer Microsoft dengan tujuan mengingatkan orang sebelum mematikan komputer bahwa ada aktivitas yang belum selesai atau masih berlangsung. Seperti unduhan yang belum selesai, dokumen Microsoft Office yang masih belum tersimpan, atau ada halaman login yang belum ditutup. Maksudnya tentu baik, barangkali ada hal penting yang tertinggal ketika tanpa sengaja komputer dimatikan. Jika Anda adalah orang yang pernah mengklik tombol shutdown anyway. Pasti dalam hati Anda pernah bergumam "bodo amat gue matiin aja, ga ada pekerjaan yang penting" Iya kan? Karena ada hal lain yang lebih penting dari program atau file apapun yang masih terbuka di komputer. Entah itu ingin segera pulang kerja karena sudah terlalu lelah di kantor, atau sekedar ada janji dengan teman. Apapun itu adalah hal yang lebih penting daripada program ataupun file yang masih terbuka di PC.

Coba kondisi ini kita analogikan dengan situasi hidup sehari-hari. Dalam hidup kita punya prioritas, baik secara sadar ataupun tidak sadar, ada tersimpan tentang sesuatu yang penting, kurang penting, dan tidak penting. Ciri dari hal yang penting yaitu: Pertama, ketika kita sedang melakukan aktivitas yang kurang atau tidak penting, kemudian kita bersedia menunda atau menghentikan aktivitas tersebut demi aktivitas yang penting. Ciri kedua, ketika kita sedang melakukan aktivitas yang penting, kemudian muncul impuls atau pemicu untuk melakukan hal yang kurang penting, maka kita akan tetap melaksanakan aktivitas yang penting tersebut dan mengabaikan impuls dari aktivitas yang kurang penting tersebut.

Sebagai contoh; antara makan dan bekerja, tiap orang punya prioritas yang berbeda terhadap dua aktivitas tersebut. Anggaplah si Budi lebih memprioritaskan bekerja daripada makan, karena ia sedang meniti karir dan mengincar suatu jabatan, atau sekedar ingin cari muka. Maka ketika ada pekerjaan yang nanggung, maka ia akan memilih untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut baru kemudian makan. Kemudian ketika si Budi tadi sedang makan, lantas ada email dari bos atau klien penting, maka Budi dengan rela menunda makannya demi membalas email tersebut.

Tadi kita baru membandingkan prioritas antara kerja dan makan. Bagaimana jika sekarang kita menyandingkan dua aktivitas yaitu sholat dan kerja, atau sholat dan main game, sholat dan nonton TV, sholat dan ngerumpi. Jika Anda bertanya pada seorang muslim tentang mana dari dua hal tadi yang prioritas, yang lebih penting. Sebagian besar pasti akan menjawab sholat lah yang lebih penting dan prioritas. Tapi apakah benar di alam bawah sadarnya seperti itu? Apa benar sholat telah menjadi prioritas utama?

Contoh lagi, ketika sedang asik-asiknya mabar (main bareng) kemudian terdengar suara adzan; ketika kerjaan sedang nanggung-nanggungnya, menumpuk dan mendekati tenggat waktu; ketika adegan di fim atau di TV sedang seru-serunya ; ketika itu semua terjadi lalu sudah tiba waktunya shalat. Aktivitas mana yang di dahulukan? Aktivitas mana yang kita tunda? Jawabannya tentu menunjukkan prioritas asli hidup Anda. Seringkali tanpa disadari, seringkali memang kita yang malas untuk merenungkannya lebih dalam.

Untuk itu saya mengajak melalui tulisan ini. Untuk mengklik tombol shutdown anyway terhadap aktivitas-aktivitas selain sholat ketika waktu shalat telah tiba. Shutdown anyway bagi pekerjaan, game, film, TV, ngerumpi, chat, dan lain sebagainya. Tentu saja ada aktivitas yang dikecualikan, seperti aktivitas yang menyangkut nyawa manusia atau keamanan orang banyak. Selain itu pilih lah shutdown anyway terhadap semua aktivitas lain selain shalat.

Anyway we also gonna shutdown anyway ( meninggal ).

MERAYAP, melata, menggeliat

Suatu ketika, saat sedang duduk di tepi pantai. Saya mendapati seekor belatung atau ulat kecil. Warnanya putih seukuran mata pensil, panjangnya tidak sampai satu centimeter. Ia merayap, melata, menggeliat seperti sedang berupaya keras mencapai sesuatu. Sambil sesekali angin laut menghempaskan tubuhnya yang tanpa kaki tanpa lengan itu. Terus saja ia merayap, melata, menggeliat seakan tak peduli apakah hempasan tadi membuatnya menjadi lebih dekat atau lebih jauh dari tujuannya, itu pun kalau ia punya tujuan. Tak pula ia peduli akan resiko ombak yang bisa menenggelamkan serta mengakhiri hidupnya, hidup yang entah punya arti atau tidak.

Ia terus merayap, melata, menggeliat entah mau kemana, entah apa tujuannya. Karenanya mengundang diriku untuk bertanya kepada makhluk yang nampak remeh itu. Wahai ulat kecil! Engkau mau kemana? Apa yang engkau tuju? Angin begitu besar, ombak bisa datang kapan saja. Mengapa engkau tak diam saja menunggu rezeki yang sudah pasti dijamin Tuhanmu. Atau menunggu ajal yang pasti. Mengapa engkau seakan masih berupaya begitu keras, padahal usahamu tak seberapa. Sedari tadi kau bergerak, bahkan tak setengah meter pun kau capai. Mengapa kau tak menyerah saja? Berhenti merayap, melata, menggeliat.

Sudah jadi kebiasaanku untuk menyimak, merasa, dan meresapi apa yang alam coba ungkapkan. Sekalipun ia nampak remeh seperti seekor ulat ini, atau sehelai daun yang jatuh, atau sebatang rumput yang kering. Jika aku beruntung maka alam akan membisikkan rahasia-rahasia yang hanya dapat diengar oleh orang-orang yang mau mendengar. Rahasia-rahasia para orang suci. Jadi, apa yang hendak kau sampaikan wahai ulat kecil?

Seperti biasa juga alam tak lantas memberi jawaban. Alam ingin menguji, bukan hanya siapa yang bersedia mendengarkan, tapi siapa yang sabar. Sampai pada akhirnya alam kan memberi jawaban. Bukan melalui gelombang suara yang dapat didengar gendang telinga. Bukan pula melalui tulisan-tulisan. Jawaban itu langsung berupa pemahaman yang menyerap ke hati. Pemahaman baru yang ku yakin itu bukan datang dari diriku sendiri. Pemahaman itu terserap dalam jiwa langsung tanpa perantaraan kata dan pemikiran.Ibarat zat gizi yang langsung diserap oleh tubuh tanpa perlu dikunyah lewat mulut, melalui usus, dan dicerna oleh lambung.

Ulat kecil itu lantas mengajariku tentang makna mengapa ia merayap, melata, menggeliat seperti itu. Ia kemudian menjawab pertanyaan "Mengapa engkau tak menyerah saja?" Jawabannya bijak, dalam, dan menohok. Sekaligus ringkas, sederhana, dan lugas. Begini dia berujar :

"Aku tak diperintahkan untuk diam saja, aku diperintah untuk seperti ini, merayap, melata, menggeliat. Persoalan apakah angin kan menghempaskanu entah kemana. Atau persoalan resiko ombak yang berpotensi menenggelamkanku. Maka aku tak ada urusan dengan itu semua, aku tak peduli. Urusanku hanyalah menjalankan apa yang telah Allah perintahkan  untuk dijalankan. Yaitu merayap, melata, menggeliat". Dan hanya sebait paragraf itu yang ulat kecil itu ungkapkan.

Seorang sufi pernah ditanya oleh muridnya, mgengapa guru tak pernah menceritakan hikmah dari suatu cerita. Sang  guru balik bertanya kepada muridnya. Maukah kau memakan makanan yang dikunyahkan orang lain untukmu?

Terakhir terdengar sayup-sayup suara, yang sepertinya berasal dari ulat kecil itu; Wabidzalika umirtu wa ana minal muslimiin.

kapan

Kapan diri ini mulai menyadari bahwa segala sesuatu yang nampak ini ternyata bukan milik kita?
Rumah yang selama ini ditinggali ternyata bukan milik kita
Kendaraan yang STNK nya tertulis atas nama kita ternyata bukan miliki kita
Uang di rekening bank pun bukan milik kita

Bahkan ...
Keluarga yang sangat sangat dicintai juga bukan milik kita
Tubuh yang dari lahir bersama juga bukan milik kita
Waktu yang selama ini dijalani juga bukan miliki kita

Lalu apa yang milik kita? Jawabannya: tidak ada
Lalu kalau bukan milik kita bagaimana?
Lakukan apa yang kamu lakukan terhadap barang yang dititipkan padamu
Jaga tapi jangan merasa memiliki

Jumat, 11 Januari 2019

NOMADEN: no place to come home

Bila kamu bertanya kepadaku rumahku dimana? Aku akan menjawab sekarang aku bertempat tinggal di daerah ini. Adapaun jawaban langsung dari pertanyaan itu tak sangup ku jawab. Rumah, atau dalam bahasa inggrisnya ‘home’, telah lama hilang dari hidupku. Kemungkinan sejak aku mulai kuliah, aku telah kehilangan arti sebuah rumah. Hingga akhirnya aku bekerja, menikah, punya anak, tak kunjung pula ku temukan suatu bangunan, suatu tempat yang layak ku sebut rumah.

Aku merasa tidak ditakdirkan untuk tinggal di suatu tempat. Aku merasa tak punya rumah. Aku merasa tak punya tempat untuk pulang. Aku tak tahu di depan sana apakah ada suatu tempat atau suatu bangunan yang mau menampung diriku di masa tua nanti. Ataukah ku harus terus menerus berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Dari suatu bangunan ke bangunan lain. Iya, fisikku mungkin bisa berpindah-pindah, tapi hatiku memerlukan tempat berlabuh.

Mungkinkah ini kutukan, ataukah memang sudah takdir. Mungkinkah ada di antara manusia yang memang ditakdirkan untuk tidak tinggal menetap di suatu tempat? Mungkinkah itu aku? Tidak tahu juga, tidak ada yang tahu tentang takdir kecuali Ia yang menciptakan takdir itu sendiri. Tidak juga iblis atau malaikat. Namun Tuhan itu bijaksana, maha bijaksana. Memang ia tak memapukan kita sebagai manusia untuk mengetahui takdir, tapi Ia membuat kita manusia dapat merasakannya. Dan yang saat ini aku rasakan adalah; Ia tak mentakdirkanku untuk tinggal menetap di suatu tempat.

Bekasi, Depok, Cilegon, Surabaya, Serang, Tangerang, Jakarta, Bayah ... what next?