Rabu, 04 November 2015

Workplace PRODUCTIVITY

Istilahnya keren 'Workplace Productivity", yang kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya produktivitas di tempat kerja. Emangnya penting? Penting banget, masalah produktivitas di tempat kerja bukan hanya urusan dunia tapi menyangkut urusan akhirat juga loh. Masa iya? Iya beneran, kalo ga percaya baca aja artikel ini sampe abis.

Produktivitas menurut saya pribadi, tanpa googling di internet, adalah terkait dengan hasil dan bagaimana kita menghabiskan waktu. Produktif itu kalau ada hasilnya, kalau ga da hasilnya, meskipun kelihatan sibuk, tetep aja ga bisa dibilang produktif. Betul ga gan? Seumpama ente disuruh bos buat bikin surat, terus sibuk browsing format surat di internet, cari format surat paling bagus, unduh format surat, di revisi, di rapihin paragraf, hurufnya, tanda bacanya, di cetak sampai akhirnya dua jam kemudian surat itu jadi. Setelah itu disodorin ke bos, pas itu bos bilang "Kelamaan lu, gue udah bikin sendiri suratnya udah gue email juga!". Nah produktif ga waktu dua jam yang tadi dihabisin untuk bikin surat?

Kedua 'dan'. Loh kok 'dan'? Iya soalnya 'dan' itu penting, beda dengan 'atau'. 'Dan' menandakan dua hal tersebut harus terpenuhi untuk mencapai suatu tujuan. Contohnya produktif itu mencapai hasil yang diinginkan dan menggunakan waktu secara efisien. Artinya kalaupun hasilnya tercapai tapi penggunaan waktunya ga efisien tetep ga bisa dibilang produktif. Kedua komponen tersebut harus ada.

Ok, jadi komponen yang kedua adalah menggunakan waktu dengan efisien. Waktu itu digunakan atau ga digunakan ya habis habis juga, lewat lewat juga. Contoh, jam kerja di kantor jam 07.00 sampai 16.00, dengan waktu istirahat 12.00 sampai 13.00. Itu berarti ada 8 jam kerja, tapi ga mungkin dong 8 jam itu full kita pake buat kerja, kan selama jam kerja (diluar jam istirahat) itu kita perlu ibadah sholat, perlu pergi ke toilet, perlu mungkin ngopi sesekali, merenggakan otot-otot badan yang pegel di bawa duduk, dan lain-lain. Para peneliti (ga tau ini peneliti yang mana n dari mana) menyatakan bahwa dari 8 jam kerja, 5 sampai 6 jam yang digunakan untuk melakukan aktivitas yang berhubungan langsung dengan pekerjaan, itu sudah ideal. Jadi kalau kita kerjanya menghasilkan, eh ternyata setelah kita itung-itung, jam kerja riil kita di kantor cuma 3 jam, 5 jam lainnya digunakan untuk hal-hal yang tidak terkait dengan kerjaan, mungkin terlalu sering ke toilet (ga tau ngapain), terlalu sering ngopi (malemnya begadang mungkin), kelamaan browsing (mumpung di kantor numpang internetan gratis), atau aktivitas lain yang perusahaan tidak membayar kita untuk itu. Itu tetap dibilang ga produktif meskipun hasil pekerjaannya ada.

Terus tadi dibilang produktivitas di tempat kerja itu ada hubungannya dengan akhirat, mana? Jadi begini, kita bekerja itu sama seperti orang berdagang. Cuma yang kita jual bukan barang tetapi jasa dan waktu. Kita menjual kemampuan dan waktu kita untuk perusahaan. Waktu kita yang 8 jam dari jam 7 sampe jam 4 sore sudah kita jual ke kantor, anggaplah tadi itu ga full 8 jam cuma 5 jam, karena emang kita perlu melakukan hal-hal yang sifanya manusiawi, ke toilet, bersosialisasi, makan/minum, dan lain-lain. Maka dari 8 jam itu kita harus bisa menjamin 5 jam benar-benar kita alokasikan untuk aktivitas terkait pekerjaan, work related activities kalo bahasa kerennya. Entah itu bener-bener ngerjain kerjaan, belajar supaya bisa mengerjakan pekerjaan dengan lebih cepat dan cerdas, belajar supaya bisa bantu kerjaan orang lain, berinovasi agar proses kerja lebih simple dan efisien, berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan di tempat kerja, atau hal-hal lainnya yang memberi nilai tambah bagi perusahaan. That's what we are hired for, untuk itu kan kita dipekerjakan.

Hubungannya dengan akhirat? Kerja itu berdagang, kalau kita tidak menggunakan waktu kita yang udah dibeli sama kantor untuk kepentingan kantor, tapi untuk kepentingan pribadi. Maka sama aja kita mengurangi takaran/timbangan. Iya kan? Dan mengurangi takaran/timbangan itu kan bisa menjerumuskan seseorang ke neraka. Jadi orang yang waktu produktifnya di kantor cuma 2 atau 3 jam, sisanya buat ngegosip, tidur, main game, browsing, ngerjain tugas kuliah or else. Coba merenung, introspeksi, jangan sampai waktu kerja kita justru dihitung dosa bukannya pahala.

TARGET 3 BUKU November 2015 ini

Bismillah, bulan November 2015 ini saya mentargetkan selesai menulis tiga buah buku mengenai koperasi. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi banyak orang dan mendapat ridho Allah. Ke tiga judul buku tersebut yaitu :

1. Jangan jadi koperasi ecek-ecek
Berisi tentang karakteristik yang dimiliki oleh koperasi yang tidak berkembang, atau istilahnya ecek-ecek. Jadi untuk koperasi yang ingin maju dan berkembang hindari karakteristik yang saya jelaskan dalam buku ini.

2. Kualitas seorang manajer koperasi yang oke bingits
Berisi tentang pengalaman, pengamatan, dan hasil pemikiran saya selama tiga tahun menjadi manajer koperasi. Semoga mereka yang saat ini menjadi pengelola koperasi dapat mengambil pelajaran dari buku ini sehingga dapat menjadi manajer koperasi yang TOP BGT. Syukur-syukur bisa menambah dan memperkaya isinya.

3. #KoperasiBungHatta
Buku ini rencananya berisi ringkasan pemikiran Bung Hatta yang tertuang dalam bukunya Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun. Buku aslinya tebal dan penuh berisi teks, buku ini mencoba meringkas dan menyajikan pemikiran Bung Hatta dengan lebih ringkas dan reader friendly, tentu dengan mempertahankan gagasan asli beliau, ditambah dengan pemikiran saya pribadi.

Isi dari buku-buku tersebut pada hakikatnya adalah dari Allah. Yang baik dan bermanfaatnya dari Allah dan yang kurang serta salahnya adalah dari kebodohan diri saya yang masih perlu banyak belajar. Buku tersebut terinspirasi dari pengalaman saya selama mengelola koperasi karyawan, sebagian terinspirasi karena kesalahan yang saya buat, sebagian terinspirasi dari kesalahan yang dibuat orang lain, sebagian lagi terinspirasi dari pemikiran dan renungan pribadi.

Doakan semoga bulan ini ke-tiga buku tersebut terealisasi, dapat bermanfaat bagi gerakan koperasi pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Syukur-syukur ada penerbit yang mau menerbitkannya, kalaupun belum ada maka akan saya terbitkan secara self-publishing. Edisi softcopy dari buku ini rencananya akan saya publish full version secara gratis di internet melalui web konsultankoperasi.com.

Semoga Allah meridhoi usaha saya ini. Amiin

Senin, 02 November 2015

TAK TERASA sudah bulan November

Tidak terasa, frase yang kerap kali terucap ketika kita menginjak bulan baru, atau tahun baru. Tidak terasa sepertinya baru kemarin merayakan tahun baru 2015, sekarang sudah mau beranjak tahun 2016. Tidak terasa sepertinya baru kemarin nikah, sekarang dah punya anak. Tidak terasa sepertinya baru kemarin punya anak, sekarang anaknya sudah masuk SD. Begitulah hidup makin hari makin 'tidak terasa'. Entah apa tandanya ini, apakah ini tanda-tandanya kiamat sudah dekat? Waktu menjadi berlalu semakin cepat.

Sekarang sudah bulan November, dua bulan lagi sudah berganti tahun. Berbagai macam rasa bercampur jika mengingat bergulirnya waktu yang sedemikian cepat. Ada rasa menyesal, karena tidak sanggup menggunakan waktu yang terlanjur lewat dengan sebaik mungkin. Ada rasa kangen, mengenang momen-momen indah di masa lalu. Ada rasa optimis, menyongsong kemungkinan-kemungkinan baru di masa depan. Ada pula rasa 'sudah tua', ketika melihat anak tumbuh semakin besar. Setidaknya rasa-rasa itu menandakan kita masih manusia, masih bisa merasa menyesal yang pada akhirnya membuat kita berintrospeksi. Rasa kangen yang membuat kita sadar bahwa semanis apapun sesuatu hal yang kita miliki suatu saat akan menjadi masa lalu dan sirna, mengajarkan kita untuk ikhlas. Rasa optimis yang membuat kita menatap masa depan dengan senyuman dan kepala tegak. Rasa 'sudah tua' yang semoga membuat kita semakin bijak.

Tidak terasa sudah bulan November, dua bulan lagi pergantian tahun. Masihkah resolusi awal tahun berisi resolusi tahun ini yang belum terlaksana? Jika iya, mungkin kita kan melewati pergantian tahun dengan rasa sedih. Rasa sedih yang semoga membuat kita insaf, bahwa banyak hal salah, tidak perlu, sia-sia yang selama ini kita lakukan. Rasa sedih yang semoga menyadarkan mata batin kita bahwa waktu itu sedemikian berharga, lebih berharga dari Lamborgini Aventador sekalipun, karena tak ada seorangpun di dunia ini, sekaya apapun, yang mampu membeli waktu.

Doakan saya semoga bisa memanfaatkan waktu yang tersisa dengan sedemikian baiknya. Kalaupun ada kesalahan dan kekeliruan yang saya buat, semoga itu merupakan kesalahan baru dimana saya bisa mempelajari pelajaran baru darinya.

Sebagai Atasan, JANGAN Sampai TERLIHAT PUSING

Sudah beberapa kali saya berganti atasan. Saya baru menyadari hari ini bahwa ada suatu sikap dari atasan yang menarik, yang selama ini tidak disadari baik oleh yang melakukan maupun yang menyaksikan. Yang selama ini saya temui pada semua orang yang pernah menjadi atasan saya. Sikap yang Allah tunjukkan kepada saya hari ini, dimana Allah ingin agar saya belajar untuk tidak memiliki sikap seperti itu ketika menjadi atasan.

Sikap yang saya maksud adalah 'terlihat pusing'. Anda tahu tampang orang yang pusing? Pusing disini bukan cuma sakit kepala, namun memikirkan sesuatu yang rumit yang seolah tanpa jalan keluar. Orang yang pusing biasanya jauh dari senyum, tampang serius, memegang kepala, terkadang gampang emosi, moodnya jadi jelek, yaa macam model iklan paramex. Hari ini saya sadar ketika melihat atasan saya terlihat seperti itu, padahal saya sudah melihatnya berulang-ulang kali melalui atasan saya yang sekarang maupun yang dahulu. Hanya saja baru hari ini saya tersadar.

Bahwa 'terlihat pusing' itu sikap yang jelek, apalagi sebagai atasan. Efeknya sebagai bawahan, yang mungkin juga punya masalah, jadi ragu untuk mengkonsultasikan permasalahannya, karena sudah ciut duluan melihat tampang atasan yang tak bersahabat. Padahal fungsi atasan adalah tempat berkonsultasi, tempat curhat jika ada masalah, tempat mencari jawaban. Bagaimana bawahan mau mencari jawaban lewat atasan, jika sebelum bertanya saja wajah atasan sudah seperti tanda bintang dan tanda pagar, ruwet.

Semoga saya diberi kesadaran senantiasa oleh Allah agar selalu memperlihatkan wajah periang, santai, tenang kepada rekan-rekan dan terutama bawahan saya. Betapapun rumit permasalahan dunia yang kita hadapi, toh itu hanya dunia, suatu saat pasti berakhir. Kalau tidak selesai dengan adanya jalan keluar, akhirnya pasti selesai juga dengan jalan masuk, masuk ke liang kubur. Kalau kita orang soleh, liang kubur berarti taman-taman surga, selesai permasalahan. Ngapain dipusingin, ngapain pasang tampang pusing. Kalo kata almarhum Gus Dur, gitu aja kok repot!