Selasa, 03 Mei 2016

Road to Bayah

Anda pernah berkendara ke Pelabuhan Ratu? Jika sudah pernah, Anda pasti tahu seperti apa rutenya. Jika belum, sesekali Anda perlu menelusuri jalan tersebut. Tapi jangan berhenti di Pelabuhan Ratu, teruslah melaju melewati Jawa Barat menuju Banten, menuju pantai selatan nan indah. Melewati suatu wilayah bernama Bayah. Nama wilayah yang tak dikenal oleh banyak penduduk Indonesia, bahkan penduduk Banten sendiri. Daerah yang sampai saat tulisan ini ditulis, saya pun tidak tahu ada apa di Bayah sana. Hanya firasat yang berkata 'ada sesuatu' di Bayah. Suatu pelajaran hidup dari Ia yang tak pernah mati.

Saya rela, ikhlas, ridho, menelusuri jalan yang sempit, berkelak kelok, naik turun, terkadang rusak, selama berjam-jam. Demi mencari nafkah untuk keluarga. Menukar waktu, tenaga, dan pikiran demi anak supaya tetap sekolah dan istri supaya bisa tetap masak, dan bisa tetap belanja, dan bisa tetap ke salon, dan bisa tetap ikut arisan, dan bisa tetap... ah kebutuhan seorang wanita memang tiada habisnya.

Mengapa saya tidak mengambil jalan tol ke Bandung saja? Bukankah jalan tol Cipularang lebih lega, lebih bagus, lebih dekat, tidak berkelak kelok. Tentu saja itu pertanyaan yang bodoh. Saya kan tujuannya ke Bayah, masa iya memilih lewat Cipularang. Biarpun kata orang jalan ke Bandung via Cipularang lebih enak daripada jalan ke Bayah via Sukabumi. Bagi saya jalan manapun tetap tidak enak, karena mana ada aspal dan beton yang empuk dan manis.

Ya, sesulit apapun jalannya, jika jalan itu mengarah pada tujuan kita maka jalan itulah yang kita tempuh. Sebalinya, semudah apapun jalan yang terbentang, jika itu tidak mengantarkan kita pada tujuan, maka jalan itu tidak kita ambil. Right? Logika sederhana yang bahkan Anda pun paham.

Sayangnya logika anak SD tersebut nampaknya tak berlaku jika saya berhadapan dengan jalan hidup, seolah-olah logika tersebut hanya berlaku di jalan raya. Hidup ini ujungnya adalah mati. Setelah di ujung nanti, apa yang mau dituju? Mau kemana akhirnya? Sebagai orang yang normal, saya menjawab dengan yakin mau ke surga. Benarkah saya mau ke surga? Ketika jalan yang saya lewati nampaknya tidak menuju kesana!

Para nabi, mereka yang semasa hidupnya telah dijamin masuk surga ternyata tidak melewati jalan seperti yang selama ini saya tempuh. Para nabi melewati jalan dengan berbagai ujian, cobaan dan kesusahan. Jalan yang berekelok-kelok. Sementara kita sepertinya melewati jalan yang aman, nyaman dan berkecukupan. Jalan tol. Saya takut jalan yang saya tempuh selama ini salah.

Para nabi mengalami kelaparan sementara saya cukup makan minum. Para nabi pernah di caci di hina sementara saya berharap di puji dan di hormati. Para nabi bersusah payah mengorbankan waktunya demi agama sementara saya mengorbankan agama demi mendapatkan waktu untuk bersenang-senang. Ya Allah betapa jauh tersesat jalan yang telah hamba tempuh. Semoga Engkau masih memberikan jalan kembali.

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan). Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. (QS. Al-Balad: 10 - 11) 

Ya Allah, perjalanan ke Bayah ini adalah salah satu ayat dari ayat-ayatMu. Dengannya Engkau mencoba mengingatkan saya untuk menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Jalan yang ditempuh para nabi, jalan yang ditempuh orang-orang soleh terdahulu. Berikanlah kami hikmah, berikanlah kami kekuatan. Berilah kami hati dan lidah yang tak pernah mengeluh, sesukar apapun jalan yang kami tempuh.

0 komentar:

Posting Komentar