Hari Jumat tanggal 31 Juli 2015 lalu saya mengalami kecelakaan sepeda motor saat berangkat kerja. Yang mengakibatkan patah tulang selangka (collarbone) sebelah kiri, atau istilah medisnya tulang clavicula. Sesaat setelah kecelakaan saya merasakan sakit di bagian pundak dan terasa ada tonjolan di tulang selangka.Tidak ada luka luar yang parah saat itu, hanya sedikit lecet. Awalnya saya mengira hanya pergeseran sendi. Pagi itu juga saya dibawa ke tukang urut tulang yang direferensikan oleh salah satu teman yang pernah mengalami pengobatan tulang di tempat yang sama. Oleh tukang urut tulang, saya didiagnosa mengalami patah tulang selangka, ada 2 patahan katanya. Kemudian posisi tulang saya dibetulkan, diberi gips dari pelepah pohon pisang (atau apa saya kurang tahu) dan di gips di lokasi tulang clavicula yang patah.
Proses meluruskan tulang sangat menyakitkan, perlu dua orang laki-laki dewasa untuk memegangi saya supaya tidak berontak. Bagaimana tidak, tulang yang patah di tekan, di urut dan di geser. Saya berharap patahnya tidak terlalu parah. Waktu itu saya belum terpikir untuk berobat ke rumah sakit, karena terbayang harus melalui operasi. Hari Jumat saya diurut dan seninnya harus kontrol lagi ke tukang urut tulang tersebut. Setelah di urut untuk ke dua kalinya kok perasaan ga enak. Akhirnya saya memutuskan untuk rontgen di Biomed. Dan ternyata patahan tulangnya runcing serta ada serpihan, sehingga diputuskan untuk meminta rujukan ke dokter spesialis.
Ketika minta rujukan dari dokter umum, saya sempat ditegur dengan keras oleh dokternya karena tidak langsung ke rumah sakit pada saat kejadian. Memang sih yang namanya dokter sebagian besar tidak setuju dengan pengobatan tradisional untuk mengobati patah tulang. Tapi kebanyakan orang, termasuk saudara-saudara saya, menganjurkan berobat pengobatan alternatif penyembuhan patah tulang. Namun saya ragu, karena tidak ada jaminan dan juga resiko ketika sudah pulih struktur tulang ada yang bengkok tidak seperti semula.
Pada hari kamis berikutnya saya putuskan untuk periksa ke dokter spesialis orthopedi di rumah sakit Sari Asih Serang. Dan hasil pemeriksaannya sudah seperti yang diduga: harus di operasi. Karena khawatir patahan tulang yang runcing bisa menusuk syaraf atau bahkan organ penting jika ada gerakan yang salah. Karena kecelakaannya terjadi pada saat pergi kerja, maka pengobatannya tidak ditanggung oleh BPJS kesehatan, tapi ditanggung oleh BPJS ketenagakerjaan dengan sistem reimburse. Setelah mendaftar kamar, akhirnya hari minggu saya sudah bisa masuk rumah sakit untuk di opname.
Berhubung kamar kelas 1 nya penuh, daripada harus menunggu maka saya putuskan untuk mengambil kelas utama. Masuk rumah sakit minggu sore, dan operasi dijadwalkan pada senin sore. Ini adalah kali pertama saya di operasi, jadi lumayan deg-degan menjelang operasi. Khawatir ketika operasi berjalan tiba-tiba biusnya habis. Membayangkan tubuh saya disayat sampai ke tulang membuat sedikit merinding. Mungkin ini alasan mengapa jarang orang yang mau di operasi jika ada tulang yang patah. Padahal operasi itu tidak semengerikan yang dibayangkan.
Hari dan jam yang ditunggu tiba juga, senin pukul 3 sore saya dibawa ke ruang operasi. Masuk ke ruangan dengan suhu layaknya lemari es. Jantung berdebar, tangan direntangkan, dokter dan perawat berdatangan. Bersiap untuk operasi penyambungan tulang dan pemasangan pen. Dan dokter anestesi mulai memasukkan obat bius melalui selang infus. 'Biusnya sudah masuk ya, kalau pusing merem aja...' Itu kata-kata terakhir yang saya dengar sebelum akhirnya saya tidak sadarkan diri beberapa detik kemudian. Sangat cepat layaknya komputer yang di shutdown. Bangun-bangun sudah di ruang pemulihan, dengan selang oksigen di mulut, dan rasa perih di pundak kiri. Setelah beberapa menit saya baru menyadari kalau operasinya sudah selesai dilaksanakan. Pukul 03.40 masuk ruang operasi, pukul 18.30 keluar ruang operasi langsung disambut dengan keluarga yang sudah menunggu dengan harap harap cemas. Dengan masih terbaring di bed tempat tidur saya langsung di bawa ke ruang radiologi untuk di rontgen, baru kemudian di bawa ke kamar. Malam itu saya tidur dengan nyenyaknya, mungkin karena masih ada pengaruh bius. Ternyata di operasi tidak seburuk yang dibayangkan, hampir tidak terasa.
Hari Kamis pagi saya sudah diperbolehkan pulang, total empat malam merasakan ranjang rumah sakit, dengan total biaya 27 juta. Biaya yang tidak murah jika dibandingkan dengan pengobatan alternatif. Dibekali obat penghilang rasa nyeri, antibiotik dan tablet kalsium untuk mempercepat penyembuhan pasca operasi. Terasa bedanya sebelum dan sesudah operasi, jika sebelum operasi ketika menggerakkan tangan kiri yang dirasakan ngilu, sakit dan terasa ada tulang yang bergeser. Setelah operasi, yang dirasakan adalah rasa perih di bekas jahitan dan rasa kaku (mungkin karena dipasang pen), tapi tidak terasa lagi ada tulang yang bergeser. Hanya saja kekuatan tangan belum pulih. Satu minggu setelah operasi kekuatan tangan sudah mulai bertambah dan fungsi tangan mulai berangsur normal. Dua minggu setelah operasi terus bertambah baik dan perban serta jahitan sudah bisa dilepas, bekas jahitan sudah bisa kena air. Tiga minggu setelah operasi sudah bisa masuk kantor dan beraktivitas ringan. Menurut dokter proses pemulihan, sampai dengan kembali normal membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Jadi selama tiga bulan disarankan tidak banyak melakukan aktivitas yang terlalu membebankan tangan. Untuk satu atau dua bulan setelah operasi juga disarankan untuk tidak mengendarai kendaraan sendiri.
Kesimpulan :
- Jika ada indikasi patah tulang setelah kejadian kecelakaan, sebaiknya langsung dirujuk ke rumah sakit untuk di rontgen. Untuk mengetahui seberapa parah patah tulang yang diderita dan kemungkinan komplikasi lainnya.
- Untuk kasus patah tulang sebaiknya ditangani dengan pengobatan medis. Dan tidak menggunakan pengobatan alternatif.
- Banyak-banyak mengkonsumsi asupan kalsium selama masa pemulihan (tablet/pil kalsium, susu yang mengandung kalsium, multivitamin kalsium)
- Jaga pola makan dan olahraga ringan secara rutin
- Jangan melakukan aktivitas yang membebani tulang, atau aktivitas yang beresiko menghadapi hentakan/tekanan pada tulang yang patah. Seperti mengendarai kendaraan
- Lakukan kontrol rutin ke dokter spesialis orthopedi sesuai jadwal
- Buat pengingat/alarm untuk jadwal melepas pen. Jangan ditunda terlalu lama
- Cuti kerja yang cukup. Walaupun kita merasa sudah sehat, namun tetap jangan dipaksakan. Karena terkadang di tempat kerja kita melakukan gerakan refleks tanpa menyadari bahwa gerakan tersebut bisa menyebabkan tekanan berlebih pada bekas tulang yang patah
- Jangan khawatir. Tubuh Anda punya mekanisme penyembuhan dan pemulihannya sendiri
- Berdoa. Semoga Allah mempercepat proses pemulihannya, semoga tidak ditimpa musibah yang sama lagi.
- Bersabar. Proses pemulihan membutuhkan waktu sampai dengan tulang Anda berfungsi normal dan punya kekuatan
- Bersyukur. Karena kecelakaan yang Anda alami hanya mengakibatkan patah tulang, tidak sampai meninggal dunia
- Berserah. Menyerahkan proses penyembuhan dan pemulihan pada Allah SWT, jangan mengeluh.
- Sisi positif dan negatif pengobatan medis :
+ Kondisi struktur tulang bisa kembali seperti semula
+ Proses pengobatan (operasi) tidak terlalu sakit. (hanya perih luka bekas operasi)
+ Proses pemulihan cepat (2 s/d 4 minggu), sampai dengan fungsi dasar tulang kembali seperti semula. Karena sambungan tulang didukung oleh pen
+ Ada surat keterangan sakit dan istirahat dari RS (bagi yang berstatus karyawan)
+ Ada jaminan dari rumah sakit, bisa klaim secara resmi jika ada malpraktek
- Biaya pengobatan yang mahal (Tapi bisa dibiayai dengan BPJS atau asuransi)
- Perlu dua kali operasi (minimal), pada saat memasang dan melepas pen
- Sisi positif dan negatif pengobatan alternatif :
+ Biaya pengobatan lebih murah dari pengobatan medis
+ Tidak perlu ada operasi
+ Praktis, terutama untuk kasus patah tulang ringan
- Ada kemungkinan struktur tulang tidak kembali seperti semula (bengkok atau lebih pendek)
- Proses pengobatan (diurut, diluruskan) sangat sakit. Dan proses pengobatan sebagian besar tidak cukup satu kali. Bisa beberapa kali melalui proses pengobatan yang sangat menyakitkan
- Proses pemulihan bisa sangat lambat, karena hanya mengandalkan pemulihan alami tubuh
- Tidak ada surat keterangan sakit (bagi yang berstatus karyawan)
- Biaya pengobatan tidak ditanggung BPJS atau asuransi
- Biasanya tidak ada jaminan, atau hak komplain jika struktur tulang nantinya tidak sempurna atau ada komplikasi
- Ada resiko patahan tulang bisa mengenai syaraf atau organ penting jika salah penanganan
Demikian pengalaman pribadi saya, semoga berguna bagi Anda yang juga mengalami ujian yang sama. Segala sesuatu ada hikmahnya, begitupun patah tulang clavicula.