Banyak pertanyaan muncul mengenai apakah menjadi pengusaha lebih baik menjadi karyawan? Well, jawaban atas pertanyaan itu tidak bisa dijawab secara to the point. Banyak faktor lainnya yang menentukan apakah suatu pekerjaan lebih baik daripada pekerjaan lainnya. Dari sudut pandang Allah, Allah tidak melihat apa pekerjaan kita, apa profesi kita. Yang dilihat Allah adalah keimanan dan amal kita, jadi meskipun jadi karyawan, atau pengusaha, atau pemulung sekalipun, kalau ia beriman dan beramal soleh maka orang itu mulia, no matter what their profession.
Jadi berhenti menilai lebih baik atau tidaknya suatu profesi, semata dari profesi itu sendiri. Karena Allah saja melihat seseorang dari agamanya (iman dan amalnya), maka sudah seharusnya kita juga mencontoh Allah dengan menilai orang pertama kali dari agamanya. Kalau agamanya baik, maka baru kita bisa menilai profesinya, menilai dari kecerdasannya, melihat prestasinya dan lain-lain.
Seandainya ada dua orang yang memiliki agama yang baik, sama-sama rajin sholat, berbakit pada orang tua, rajin sedekah dan sebagainya. Orang pertama berprofesi sebagai karyawan, sedangkan yang kedua berprofesi sebagai pengusaha yang memiliki beberapa orang karyawan. Mana yang lebih baik? Dari sini kita baru bisa menilai, secara umum, bahwa orang yang menjadi pengusaha adalah lebih baik. Mengapa? Karena ia bekerja bukan hanya untuk dirinya sendiri, lebih lagi untuk kesejahteraan karyawannya, kesejahteraan keluarga karyawannya juga. Melalui dirinya, Allah membuka lapangan pekerjaan dan sumber nafkah bagi orang lain.
Meskipun penilaian mana yang lebih baik atau mana yang kurang baik itu selalu relatif, bergantung pada yang menilai dan yang dinilai, bergantung pula pada situasi dan kondisi, dan terlebih lagi bergantung pada hati yang tidak mungkin dinilai oleh orang lain. Secara umum, bagi saya pribadi, jika seseorang itu adalah orang yang soleh menjadi pengusaha adalah lebih baik. Karena dengan menjadi pengusaha, dengan jalan perniagaan, berarti kita telah mencari rezeki melalui 9 pintu, dibanding menjadi karyawan yang mencari rezeki hanya melalui 1 pintu. Dengan begitu peluang untuk mendapat rezeki yang lebih lapang, secara statistik, lebih terbuka lebar. Dengan rezeki yang lapang, dan berkah tentunya, kita bisa berbuat lebih banyak kebaikan. Bisa berzakat lebih besar, bisa bersedekah lebih banyak, bisa menyumbang untuk masjid dan pesantren, bisa memberikan pinjaman kepada yang membutuhkan, bisa pergi haji dan umroh, bisa memberangkatkan haji dan umroh orang lain, bisa berkurban, dan banyak lagi ibadah yang memerlukan harta dalam pelaksanaannya.
Dengan menjadi pengusaha, kita menjadi perantara Allah dalam menyalurkan rezeki ke orang lain melalui lapangan pekerjaan yang kita buka untuk saudara kita, melalui gaji yang kita berikan kepada karyawan, dan melalui berbagai bentuk tunjangan kesejahteraan yang mungkin kita berikan kepada para karyawan. Dengan menjadi pengusaha pula waktu kita tidak terikat karena bekerja untuk orang lain, kita bisa bebas melakukan ibadah pagi berdzikir, mempelajari quran, shalat dhuha hingga jam 8, bisa shalat dhuha 12 rakaat tanpa khawatir ada yang menegur, bisa mengunjungi orang tua tanpa harus menunggu weekend.
Kesimpulannya, jika ditanya mana yang lebih baik antara karyawan dan pengusaha, saya akan menjawab yang lebih baik adalah yang paling beriman kepada Allah dan paling ikhlas dan banyak amal solehnya. Jadi pengusaha kalau suka melalaikan shalat percuma juga, hina juga statusnya di mata Allah. Jadi karyawan kalau rajin ke masjid jauh lebih menentramkan. Karyawan dan pengusaha adalah sama-sama mulia di sisi Allah jika keduanya bertakwa. Namun ada potensi-potensi kebaikan yang lebih besar yang bisa dilakukan oleh seorang pengusaha dibanding seorang karyawan. Pun ujiannya lebih besar menjadi pengusaha dibanding menjadi karyawan.
So, it's up to you, mau menjadi karyawan atau menjadi pengusaha, let your heart decide.
Selasa, 26 Januari 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar